Jumat, 13 Mei 2011

Rukun iman


Penjelasan Ringkas Tentang Rukun Iman
Banyak sekali dalil mengenai keenam rukun Iman ini, baik dari segi Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Diantaranya adalah firman Alloh Ta’ala:
”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Alloh, hari kemudian, malaikat-malaikat, dan nabi-nabi…” (Al-Baqoroh:177)
”Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut qadar (ukuran).” (Al-Qomar: 49)
Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam juga telah menjelaskan dasar-dasar keimanan yang terangkum dalam enam hal yang dikenal dengan rukun iman – ketika beliau ditanya oleh Jibril tentang iman, beliau sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman adalah engkau beriman kepada Alloh, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rosul-Nya, hari akhir dan takdir seluruhnya yang baik dan buruk. (HR. Bukhori & Muslim)
Iman kepada Alloh adalah keyakinan yang kuat bahwa Alloh adalah Robb dan Raja segala sesuatu. Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rizki, Yang Menghidupkan, dan Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi. Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya, Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan, serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.
Iman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Alloh memiliki malaikat-malaikat, yang diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Alloh, adalah hamba-hamba Alloh yang dimuliakan. Adapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan yang diperintahkan oleh Alloh, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat mutawatir dari nash-nash Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap gerakan di langit dan di bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Alloh Azza wa Jalla. Maka, wajib mengimani secara tafshil (terperinci), para malaikat yang namanya disebutkan oleh Alloh, adapun yang belum disebutkan namanya, wajib mengimani mereka secara ijmal (global).
Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya bahwa Alloh memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rosul-Nya, yang benar-benar merupakan Kalam (firman, ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Alloh. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Alloh, maka wajib baginya mengimaninya secara tafshil, yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an. Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur’an diturunkan dari sisi Alloh, wajib pula mengimani bahwa Alloh telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur’an merupakan tolok ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur’anlah yang dijaga oleh Alloh dari pergantian dan perubahan. Al-Qur’an adalah Kalam Alloh yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.
Iman kepada rosul-rosul adalah keyakinan yang kuat bahwa Alloh telah mengutus para rosul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa Dia mengutus para rasul itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira dan ancaman kepada mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rosul secara ijmal sebagaimana wajib pula beriman secara tafshil kepada siapa di antara mereka yang disebut namanya oleh Alloh, yaitu 25 diantara mereka yang disebutkan oleh Alloh dalam Al-Qur’an. Wajib pula beriman bahwa Alloh telah mengutus rosul-rosul dan nabi-nabi selain mereka, yang jumlahnya tidak diketahui oleh selain Alloh, dan tidak ada yang mengetahui nama-nama mereka selain Alloh Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Wajib pula beriman bahwa Muhammad sholallohu alaihi wa salam adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya.
5. Iman Kepada Kebangkitan Setelah Mati
Iman kepada kebangkitan setelah mati adalah keyakinan yang kuat tentang adanya negeri akhirat. Di negeri itu Alloh akan membalas kebaikan orang-orang yang berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat. Alloh mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia menghendaki. Pengertian alba’ts (kebangkitan) menurut syar’i adalah dipulihkannya badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia keluar dari kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan bersegera mendatangi penyeru. Kita memohon ampunan dan kesejahteraan kepada Alloh, baik di dunia maupun di akhirat.
6. Iman Kepada Takdir Yang Baik Maupun Yang Buruk Dari Alloh Ta’ala
Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Alloh. Alloh ta’ala telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Alloh telah menulisnya pula di dalam Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannya.

A.      Iman kepada allah





Iman kepada Alloh mencakup empat hal: (1) Iman kepada keberadaan Alloh, (2) Iman kepada rububiyah-Nya, (3) Iman kepada uluhiyah-Nya, (4) Iman kepada Nama dan Sifat-Nya.
1. Iman kepada Keberadaan Alloh
Setiap mukmin harus mengimani keberadaan Alloh. Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Alloh atau ragu-ragu atas keberadaan-Nya ataupun memiliki kebimbangan walupun sedikit, maka ia bukan lagi seorang mukmin. Tetapi ia adalah seorang mulhid (atheis) dan bukan termasuk orang-orang yang dianugerahi oleh Alloh keimanan dan hidayah. Keimanan seseorang terhadap eksistensi (keberadaan) Alloh haruslah berupa keimanan yang tidak ada keraguan sedikit pun, sebagaimana ia telah meyakini eksistensi dirinya sendiri, bahkan lebih dari itu.
Keberadaan Alloh ini telah diakui oleh fitroh, akal, panca indera, dan ditetapkan pula oleh dalil syar’i.
Akal kita bisa berfikir bahwa tidaklah seluruh makhluk dulu maupun sekarang kecuali pasti ada yang menciptakan. Mustahil mereka menciptakan diri sendiri karena sebelumnya tidak ada, dan yang tidak ada tidak bisa mencipta.
Secara fitroh, manusia telah mengakui adanya Alloh. Sebagaimana terdapat dalam firman Alloh yang artinya, “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?” [QS. Al-A’rof (7): 172-173].
2. Iman kepada Rububiyah Alloh
Yaitu beriman bahwa Alloh sajalah yang sebagai Robb yaitu mengesakan Alloh dalam penciptaan-Nya, pemilikan-Nya, dan pengaturan-Nya.
Pertama, meyakini bahwa tidak ada pencipta kecuali Alloh. Ayat yang menunjukkan demikian adalah firman Alloh Ta’ala yang artinya, “… .Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. …” [QS. Al-A’rof (7): 54].
Kedua, meyakini bahwa tidak ada yang menguasai mekhluk kecuali pencipta-Nya yaitu Alloh, sebagiamana Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Kepunyaan Alloh-lah kerajaan langit dan bumi, …”
Ketiga, meyakini bahwa tidak ada yang mengatur alam semesta ini kecuali Alloh semata. Sebagaimana Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Alloh.” Maka katakanlah “Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?” Maka (Zat yang demikian) itulah Alloh Tuhan kamu yang sebenarnya. …” [QS. Yunus (10): 31-32].
Perlu diketahui
Bentuk keimanan seperti ini – yaitu  keimanan kepada rububiyah Alloh – tidaklah ditentang atau diingkari oleh orang-orang musyrik bahkan mereka mengikrarkan keimanan seperti ini. Mereka tidak meyakini bahwa apa yang selama ini mereka sembah dan agungkan (seperti Syaikh Abdul Qodir Jailani dan para wali) mampu menciptakan atau mengatur alam semesta. Yang mereka yakini sebagai pencipta, pemberi rizki, dan pengatur alam semesta ini hanyalah Alloh semata.
Lihatlah firman Alloh yang artinya, “Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka akan menjawab: “Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” [QS. Az-Zukhruf (43): 9]. Dan firman Alloh yang artinya, “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Alloh”, … “[QS. Yunus (10): 31-32].
Orang-orang musyrik dahulu meyakini Alloh-lah pengatur segala sesuatu. Di tangan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Mengenai keyakinan rububiyah ini, tidak ada satu orang pun dari keturunan Adam yang mengingkari, kecuali Fir’aun yang mengatakan, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi” [QS. An Nazi’at (79): 24]. Dan kaum Majusi yang menyatakan di alam ini ada dua pencipta yaitu kegelapan dan cahaya (di mana kegelapan adalah pencipta kejelekan, sedangkan cahaya adalah pencipta kebaikan). Jadi, keimanan seperti ini diikrarkan pula oleh orang musyrik, namun tidak memasukkan mereka ke dalam Islam. Mengapa? Karena mereka harus mengikhlaskan ibadah kepada Alloh semata sebagaimana ditunjukkan dalam keimanan yang berikut.
3. Iman kepada Uluhiyah Alloh
Yaitu meyakini bahwa hanya Alloh saja yang berhak diibadahi. Bentuk keimanan seperti ini adalah dengan mengesakan segala bentuk peribadatan kepada Alloh Ta’ala, seperti berdoa, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar, cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Alloh dan Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam.
Memperuntukkan satu jenis ibadah kepada selain Alloh termasuk kedzaliman yang paling besar di sisi-Nya yang disebut dengan SYIRIK. Dan dalil yang menunjukkan bahwa ibadah hanya boleh ditujukan kepada Alloh semata diantaranya firman Alloh yang artinya, “Dan sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. ….” [QS. An-Nisa (4): 36]
Contoh penyimpangan dalam bentuk keimanan seperti ini diantaranya ketika seseorang mengalami musibah (seperti terlilit hutang) di mana ia berharap bisa terlepas dari musibah tersebut. Lalu orang tersebut datang ke makam seorang wali, atau dukun, atau ke tempat keramat atau ke tempat lainnya. Di sana ia meminta kepada wali, dukun, atau penghuni tempat keramat tadi agar bisa dilepaskan dari musibah yang menimpanya. Ia begitu berharap dan takut jika tidak terpenuhi keinginannya tersebut. Ia pun mempersembahkan sesembelihan bahkan bernadzar (berjanji) untuk beri’tikaf di tempat tersebut jika terlepas dari musibah.
Maka bentuk ibadah yang dilakukan oleh orang ini termasuk kesyirikan (bahkan syirik akbar yang mengeluarkannya dari Islam) karena dia telah memalingkan suatu ibadah yang hanya boleh ditujukan kepada Alloh, dia tujukan kepada Alloh, dia tujukan kepada selain-Nya. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” [QS. Al Mu’minuun (23): 117]
4. Iman kepada Nama dan Sifat Alloh
Yaitu dengan menetapkan nama dan sifat Alloh sebagaimana telah ditetapkan Alloh di dalam Alqur’an atau telah ditetapkan oleh rosul-Nya di dalam As-Sunnah, yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan Alloh, tanpa tahrif(memalingkan makna dari makna yang semestinya), ta’thil (menolak nama atau sifat Alloh), takyif (membagaimanakan) dan tamtsil (menyerupakan dengan makhluk). Alloh berfirman yang artinya, “Hanya milik Alloh asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan” [QS. Al A’roof (7): 180).
Misalnya tatkala datang ayat sifat, “(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arsy” [QS. Thohaa (20): 5]. Maka seseorang harus menerimanya dengan menyatakan bahwa Alloh berada di atas ‘Arsy dan tidak menolaknya dengan menyatakan Alloh berada di mana-mana.
Demikianlah para pembaca sekalian, keimanan kita kepada Alloh haruslah memuat seluruh empat hal di atas, tidak hanya satu atau dua saja. Sehingga kita katakan bahwa keyakinan sesorang bahwa Alloh itu ada ataukah Alloh itu satu-satunya pencipta belum cukup untuk dikatakan telah beriman kepada Alloh, namun juga harus meyakini bahwa Alloh adalah satu-satunya yang berhak disembah dan beriman kepada nama dan sifat Alloh. (Sebagian pembahasan di atas dapat dilihat di kitab Al Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Syaikh Al Utsaimin)
Semoga Alloh menunjuki kita semua kepada aqidah yang benar dan mewafatkan kita dalam keadaan muslim. Hanya kepada Alloh kami mohon pertolongan. Wallohu a’lam bish showab.
—————————————-

B.      Iman kepada Malaikat
Malaikat adalah salah satu makhluk ciptaan Alloh Ta’ala. Keimanan kepada malaikat merupakan salah satu rukun dari rukun iman, hal ini sebagaimana penjelasanRosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam hadits jibril, dimana malaikat jibril bertanya kepada beliau tentang iman dan kemudian dijawab oleh Rosululloh “Engkau beriman kepada Alloh, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan kepada qadar yang baik dan buruk “. (HR.Muslim). Ini artinya orang yang tidak mengimani malaikat maka dia telah terjerumus dalam kekufuran karena telah mengingkari salah satu rukun iman. Oleh karena itulah amat penting bagi kita untuk mengetahui apa dan bagaimanakah bentuk keimanan yang benar terhadap makhluk-makhluk Alloh Ta’ala yang mulia ini? Berikut adalah penjelasan singkat mengenai hal tersebut.
Bentuk dan Sifat Malaikat
Malaikat adalah makhluk ghoib diciptakan oleh Alloh Ta’ala dari cahaya, walaupun mereka memiliki keluarbiasaan yang sangat hebat, mereka tidak berhak untuk diibadahi. Hal tersebut dapat kita ketahui berdasarkan haditsRosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dari ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha, ”Malaikat itu diciptakan dari cahaya dan jin diciptakan dari percikan api, sementara Adam diciptakan dari apa yang telah di jelaskan kepadamu.“ (HR. Muslim). Mereka juga memiliki sayap, ”Segala puji bagi Alloh Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan yang mempunyai sayap, masing-masing dua, tiga dan empat. Alloh menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Alloh Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Faathir: 1).
Sifat malaikat yang paling utama adalah mereka tidak pernah mendurhakai apa yang Alloh perintahkan kepada mereka dan mengerjakan setiap yang Alloh titahkan kepada mereka. Mereka diciptakan oleh Alloh khusus untuk beribadah kepada-Nya. Alloh berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Alloh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At -Tahrim: 6). Bentuk para malaikat terkadang berubah dari aslinya atas izin Alloh, sebagaimana Jibril datang kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dengan menyerupai laki-laki yang sangat putih bajunya dan sangat hitam rambutnya. Nabi pernah mengabarkan bahwa jibril memiliki enam ratus sayap yang menutupi seluruh ufuk semesta alam.
Unsur keimanan kepada malaikat
Beriman kepada Malaikat mengandung empat unsur, yaitu :
  1. Beriman terhadap keberadaan mereka, wujud mereka benar-benar ada, mereka bukanlah kekuatan maknawi berupa kekuatan baik yang tersembunyi  pada setiap makhluk sebagaimana anggapan  segolongan orang.
  2. Beriman kepada nama-nama mereka yang telah dijelaskan dalam Qur’an dan Sunnah. Adapun mereka yang tidak dijelaskan namanya kita mengimaninya secara global. Maksudnya kita mengimani bahwa Alloh telah menciptakan mereka meskipun kita tidak tahu namanya.
  3. Beriman terhadap sifat mereka yang telah dijelaskan. Seperti ciri-ciri malaikat Jibril yang dikisahkan dalam hadits di atas.
  4. Beriman terhadap tugas-tugas para Malaikat sebagaimana telah dijelaskan. Mereka melaksanakan tugas itu tanpa rasa capek dan bosan.
Penamaan malaikat
Kita wajib mengimani secara rinci terhadap beberapa malaikat yang kita ketahui namanya seperti Jibril, Mikail, Malik, serta Isrofil. Kita juga mengimani secara global adanya malaikat-malaikat yang tidak kita ketahui namanya. Tidaklah diperbolehkan bagi seseorang untuk menamakan malaikat tanpa adanya dalil-dalil yang shahih baik dari Al Qur’an maupun Sunnah sebagaimana firman Alloh, ”Sesungguhnya orang-orang yang tiada beriman kepada kehidupan akhirat, mereka benar-benar menamakan malaikat itu dengan nama perempuan.” (An Najm: 27).
Macam-macam malaikat dan tugasnya
Kita juga mengimani bahwa ada berbagai macam malaikat beserta tugasnya masing-masing. Di antara mereka adalah :
  1. Malaikat yang bertugas membawa wahyu kepada para Rosul-Nya, yaitu malaikat Jibril. ”Dia dibawa turun oleh Ar Ruh Al Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.” (Asy Syu’aro:  193-194).
  2. Malaikat yang diserahi hujan dan pembagiannya sesuai dengan kehendak Alloh. Sebagaimana hadits dari Abu Huroiroh dari Rosululloh “Tatkala seorang laki-laki berada di tanah lapang dia mendengar suara di awan, ’Siramilah kebun fulan’, maka menjauhlah awan tersebut kemudian menumpahkan air di suatu tanah yang berbatu hitam…” (HR. Muslim).
  3. Malaikat yang bertugas meniup sangkakala, yaitu malaikat Isrofil. ”… kemudian ditiup lagi sangkakala, lalu kami kumpulkan mereka itu semuanya.” (Al Kahfi: 99).
  4. Malaikat yang bertugas mencabut nyawa, yakni malaikat maut (Demikianlah menamakan malaikat ini dengan malakul maut, tidak ada nash yang shahih yang menunjukkan bahwa namanya izroil “Katakanlah, ’Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)-mu akan mematikan kamu, kemudian hanya kepada Tuhanmu-lah kamu akan dikembalikan.’ ” (As Sajdah: 11).
  5. Para malaikat penjaga surga. Alloh berfirman, ”Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah penjaga-penjaganya kepada mereka, ’kesejahteraan atasmu berbahagialah kamu, maka masukilah surga ini, sedang kamu  kekal di dalamnya.’ ” (Az Zumar: 73).
  6. Para malaikat penjaga Neraka Jahannam yaitu malaikat Zabaniyah. Para pemimpinnya ada 19 dan pemukanya adalah malaikat Malik sebagaimana firman Alloh tentang Neraka Saqor “Tahukah kamu apa Saqor itu? Saqor itu tidak meninggalkan dan membiarkan. (Neraka Saqor) adalah pembakar kulit manusia. Di atasnya ada sembilan belas (malaikat  penjaga). Dan tiada Kami jadikan penjaga Neraka itu melainkan malaikat. ….” (Al Muddatstsir: 27-31). Dan dalam firman-Nya yang lain tentang permintaan penghuni Neraka kepada malaikat Malik “Mereka berseru, ’Hai Malik, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja’. Dia menjawab, ’kamu akan tetap tinggal (di neraka ini).’ ” (Az Zukhruf: 77).
  7. Para malaikat yang ditugaskan menjaga seorang hamba dalam segala ihwalnya. Sebagaimana firman Alloh. ”Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga…” (Al An’am: 61).
  8. Para malaikat yang ditugaskan mengawasi amal seorang hamba, yang baik maupun yang buruk. Alloh berfirman, ”Apakah mereka mengira bahwa kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat- malaikat) Kami selalu mencatat disisi mereka.” (Az Zukhruf: 80). (Lihat Kitab Tauhid 2, Tim Ahli Tauhid)
Buah keimanan kepada malaikat
Keimanan seseorang terhadap malaikat akan berdampak bagi meningkatnya ketakwaan seseorang, diamana dia akan lebih berhati-hati dalam melakukan segala sesuatu, hal ini dikarenakan pengetahuannya bahwa segala sesuatu yang dia lakukan berupa perbuatan maupun perkataan, yang baik maupun yang buruk, akan dicatat para malaikat yang ditugasi oleh Alloh, yang kemudian pada hari kiamat nanti seluruh amal yang telah tercatat tersebut akan diberikan balasan yang setimpal dari Alloh. ”Dan kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.” (Al Jatsiyah: 28). Dengan demikian seorang hamba akan senantiasa berusaha agar keburukan demi keburukan tidak menghiasi catatan amalnya, supaya sesal di akhirat tidak semakin berlipat ganda. Wallohu a’lam. [Abu ‘Uzair]
————————————

C.     Iman kepada kitab ALLAH
Kitab-kitab yang Alloh turunkan kepada hamba-hamba-Nya merupakan nikmat Alloh yang sangat besar dan wajib untuk disyukuri. Karena dengan diturunkannya kitab-kitab tersebut, manusia dapat mengetahui siapakah Alloh, apa sajakah hak-hak Alloh, dan berbagai macam kewajiban yang harus ditunaikannya. Namun betapa banyak manusia yang tidak memahami hakekat keimanan kepada kitab-kitab Alloh. Padahal ini merupakan salah satu rukun (pondasi) iman seperti yang Rosululloh kabarkan, ”…hendaknya engkau beriman kepada Alloh, kepada malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rosul-rosul-Nya, kepada hari akhir dan beriman kepada takdir Alloh yang baik dan yang buruknya…” (HR. Muslim). Bagaimanakah hakekat keimanan yang benar kepada kitab-kitab-Nya?
Makna beriman kepada Kitab-kitab Alloh
Seseorang dikatakan beriman kepada kitab-kitab Alloh, tatkala dia membenarkan dengan penuh keyakinan, baik secara global maupun secara rinci,bahwa Alloh memiliki kitab-kitab yang diturunkan kepada hamba-hamba-Nyayang di dalamnya terdapat kebenaran yang nyata, cahaya dan petunjuk yang jelas bagi manusia, dan bahwasanya kitab-kitab tersebut adalah kalam (perkataan) Alloh yang Ia firmankan dengan sebenarnya, sesuai dengan apa yang Ia kehendaki.
Adapun beriman kepada kitab-kitab Alloh mencakup tiga perkara: Pertama,mengimani bahwa kitab-kitab tersebut benar-benar diturunkan oleh Alloh. Kedua,mengimani kepada rincian nama-nama kitab tersebut sebagaimana yang telah Alloh sebutkan. Ketiga, mempercayai berita-berita yang benar dari kitab-kitab tersebut sebagaimana pembenaran kita kepada Al Qur’an.
Beriman kepada Kitab-kitab secara rinci
Kita wajib beriman secara rinci kepada kitab-kitab yang telah Alloh sebutkan nama-namanya, yakni Al Qur’an dan kitab-kitab yang lain yaitu :
Shuhuf Ibrahim dan Musa ‘alaihimas salam.Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam shuhuf (lembaran-lembaran) yang dahulu, (yaitu) shuhuf Ibrahim dan Musa” (Al A’la: 18-19)
Taurat, kitab yang Alloh turunkan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam. “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat yang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi)…” (Al Maidah: 44). Zabur, kitab yang Alloh turunkan kepada Nabi Daud ‘alaihi salam.”…dan Kami berikan Zabur kepada Daud”. (An Nisa: 163)
Injil, kitab yang Alloh turunkan kepada Nabi Isa ‘alaihi salam. “Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Israil) dengan Isa putra Maryam, membenarkan kitab sebelumnya yakni Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil …” (QS. Al Maidah: 46).
Kitab-kitab terdahulu sudah diubah-ubah
Alloh mengabarkan di dalam Al Qur’an bahwa ahli kitab, yakni Yahudi dan Nasrani, telah mengubah kitab-kitab mereka karena itu ia tidak lagi seperti saat diturunkan oleh Alloh. Kaum Yahudi menyimpangkan Taurat. Mereka mengubah dan menggantinya serta mempermainkan hukum-hukum Taurat. Alloh berfirman, ”Di antara orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya”. (QS. An Nisa: 46). Begitu pula dengan kaum Nasrani, mereka juga menyimpangkan Injil. Mereka mengubah hukum-hukumnya. Alloh berfirman, ”Apakah kamu masih mengharapkan mereka percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Alloh, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?” (QS. Al Baqarah: 75).
Di antara bentuk pengubahan yang mereka lakukan adalah penetapan bahwa Alloh mempunyai anak. Subhanallah … Maha Suci Alloh dari yang demikian, Alloh menceritakan, ”Orang-orang Yahudi berkata, ’Uzair itu putera Alloh’, dan orang-orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Alloh.” Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu…” (QS. At Taubah: 30)
Begitu pula penuhanan kaum Nasrani terhadap Nabi Isa ‘alaihi salam serta perkataan mereka bahwa Alloh adalah salah satu dari tiga unsur (baca: “trinitas”). Alloh berfirman, ”Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, ’Sesungguhnya Alloh ialah Al Masih putera Maryam’, padahal Al Masih (sendiri) berkata ‘Hai Bani Israil, sembahlah Alloh Tuhanku dan Tuhanmu’. … Sesungguhnya kafirlah orang yang mengatakan, ’Bahwasanya Alloh salah satu dari tiga’, padahal sekali-kali tidak ada sesembahan selain dari Alloh yang Maha Esa …” (QS. Al Maidah: 72-73). Dengan diturunkannya Al Qur’an, maka Al Qur’an me-nasakh (menghapus/mencabut masa berlaku) kitab-kitab yang sebelumnya (At Tauhid Iish shaffits Tsani Al ‘Ali, Kumpulan ‘Ulama).
Al Qur’an, Kitab yang dibawa Nabi sekaligus Rasul terakhir
Sesungguhnya Al Qur’an adalah kalamulloh (firman/perkataan Alloh) bukan makhluk Alloh, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallamsehingga setiap mukmin hendaknya senantiasa mengagungkan Al Qur’an dan berusaha berpegang teguh dengan hukum-hukumnya, serta membaca dan memahaminya.
Lalu apa sajakah kewajiban seorang muslim terhadap Al Qur’an? Diantara kewajiban seorang muslim terhadap Al Qur’an adalah:
  1. Wajib mencintai Al Qur’an mengagungkan dan menghormati kedudukannya, sebab ia adalah kalamulloh, perkataan yang paling benar, perkataan Alloh, Robb semesta alam.
  2. Wajib membaca dan merenungkan ayat-ayat Al Qur’an, serta memikirkan pelajaran yang terkandung di dalamnya.
  3. Wajib mengikuti hukum-hukum serta mentaati perintah-perintah yang ada di dalamnya.
Sebagai gambaran, lihat bagaimana ketika ‘Aisyah ditanya tentang akhlak Nabishollallohu ‘alaihi wa sallam, maka ia menjawab, ”Akhlak beliau adalah Al Qur’an” (HR. Muslim). Yakni Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang mencerminkan penerapan nyata dari hukum-hukum Al Qur’an dan syariat-syariat di dalamnya. Itulah Rosululloh… , dan kita sebagai umatnya, hendaknya meneladani beliau. ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosululloh itu suri tauladan yang baik bagi orang yang mengharap (rahmat) Alloh dan (datangnya) hari akhir …” (QS. Al Ahzab : 21).
Buah keimanan kepada Kitab-kitab Alloh
Seseorang yang benar-benar beriman terhadap kitab-kitab Alloh, termasuk Al Qur’an, akan memberikan banyak pengaruh terhadap dirinya, diantaranya :
  1. Menyadari tentang perhatian Alloh terhadap hamba-hamba-Nya, juga tentang kesempurnaan rahmat-Nya, dimana Alloh telah menurunkan kepada setiap kaum sebuah kitab sebagai petunjuk agar mereka bisa mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
  2. Dapat mengetahui hikmah Alloh dalam penetapan syariat-Nya, dimana Alloh telah mensyariatkan bagi setiap kaum, apa yang sesuai dengan keadaan kaum tersebut. Alloh berfirman, ”Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (QS. Al Maidah: 48)
  3. Dapat bersyukur kepada Alloh terhadap nikmat Alloh, yakni diturunkannya kitab-kitab tersebut. Sebab kitab-kitab tersebut adalah cahaya dan petunjuk di dunia.
————————————

D.       Iman kepada Rasul
Sesungguhnya diantara sebab utama kelemahan kaum muslimin dewasa ini adalah karena mereka tidak memahami hakikat keimanan kepada para Rosul. Oleh karena sebab seperti ini pulalah umat-umat terdahulu dibinasakan oleh Alloh. Lihatlah sikap dan perilaku umat Islam yang sehari-harinya penuh dengan kemaksiatan; aurat diumbar, sholat ditinggalkan, sabda Nabi disepelekan dan lain sebagainya. Bahkan ada diantara kaum muslimin yang lebih merasa mantap kalau mengambil pendapat tokoh-tokoh barat daripada mengambil perkataan emas para sahabat, yang notabene adalah juru bicara Rosul shollallohu ‘alaihi wa sallam, inikah yang disebut sebagai kemajuan?! Oleh karena itulah kita perlu menyegarkan kembali pemahaman kita tentang iman kepada para Rosul. Alloh Ta’ala berfirman, “Berilah peringatan karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Adz Dzariyaat :55).
  • Semua berita Rosul adalah kebenaran
Seorang utusan bertugas untuk menyampaikan amanat yang diberikan oleh pihak yang mengutus dirinya. Maka mendustakan apa yang disampaikannya berarti mendustakan pengutusnya. Alloh telah mengutus para Rosul untuk dibenarkan beritanya bukan untuk didustakan. Demikian pula berita yang dibawa Nabi dan Rosul terakhir; Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam semuanya adalah kebenaran. ”Dan Dia (Muhammad) tidaklah berbicara dari hawa nafsunya, akan tetapi itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya” (An Najm: 3-4). Maka setiap hadits yang telah dinyatakan keabsahannya oleh ahli hadits harus kita yakini kebenarannya walaupun akal kita belum bisa menjangkaunya. Lihatlah bagaimana ketegaran Abu Bakar Ash Shiddiq ketika banyak orang-orang Quroisy di masa itu mendustakan berita naiknya Nabi ke langit dalam peristiwa isro’ dan mi’roj dan mereka pun mengolok-olok Nabi karenanya. Apa kata Abu Bakar? Beliau mengatakan, “Kalau benar Muhammad yang mengatakannya maka lebih dari itupun aku mempercayainya!”
  • Mendustakan seorang Rosul sama dengan mendustakan seluruh Rosul
Orang yang mendustakan seorang Rosul sama artinya mendustakan Rosul yang lainnya. Alloh berfirman, “Kaum Nabi Nuh telah mendustakan para Rosul” (Asy Syu’aroo’ 105). Syaikh Al Utsaimin rohimahulloh berkata, “Alloh menilai tindakan kaum Nuh sebagai pendustaan kepada seluruh Rosul padahal ketika itu belum ada seorang Rosulpun selain Nabi Nuh. Berdasarkan hal ini maka orang-orang Nasrani yang mendustakan Nabi Muhammad dan tidak mau mengikutinya sebenarnya mereka juga telah mendustakan Al Masih bin Maryam (Nabi Isa) dan tidak mengikuti ajarannya…” (Syaroh Tsalatsatil Ushul, Syaikh Al Utsaimin).
  • Tidak semua nama Rosul diberitahukan
Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Sungguh Kami telah mengutus para Rosul sebelum engkau (Muhammad), diantara mereka ada yang Kami kisahkan kepadamu dan adapula yang tidak Kami kisahkan kepadamu.” (Mu’min 78). Kalau para Rosul yang sudah kita ketahui namanya maka kita harus mengimaninya dengan nama tersebut, lalu bagaimana kita mengimani Rosul yang tidak kita ketahui namanya?. Syaikh Al Utsaimin menjelaskan, “Adapun Rosul yang tidak kita ketahui namanya maka kita beriman kepadanya secara global.” (Syaroh Tsalatsatil Ushul, Syaikh Al Utsaimin). Maksudnya yaitu kita mengimani bahwa Alloh benar-benar telah mengutus mereka meskipun tidak kita ketahui namanya.
  • Untuk apa para Rosul diutus?
Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang Rosul (yang mengajak) Sembahlah Alloh dan jauhilah thoghut.” (An Nahl: 36). Para Rosul adalah makhluk Alloh yang berwujud manusia bukan malaikat. Mereka diutus untuk mengajari manusia tentang tujuan hidup mereka yaitu menyembah kepada Alloh Ta’ala saja. Mereka membawa berita gembira bagi siapa saja yang mau taat dan mereka membawa ancaman siksa bagi siapa saja yang bermaksiat. Rosul adalah hamba sebagaimana kita maka tidak boleh menunjukan ibadah kepadanya. Syaikh Muhammad At Tamimi memberikan sebuah kaidah yang masyhur yang patut kita ingat tentang diri Nabi; ‘Abdun falaa yu’bad Rosuulun falaa yukadzdzab bahwa Muhammad adalah hamba maka tidak boleh diibadahi dan beliau adalah Rosul (utusan) sehingga tidak boleh didustakan.
  • Wajib menaati perintah Rosul
Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintahnya (Rosululloh) merasa khawatir akan ditimpakan fitnah (bencana) kepada mereka atau adzab yang pedih akan menimpa mereka.” (An Nuur : 63). Kalaulah menyelisihi perintah Rosul itu tidak mengapa tentunya Alloh tidak akan mengancam mereka dengan ditimpakannya fitnah atau adzab yang pedih. Berdasarkan ayat ini pula bisa diambil kaidah ushul, ‘hukum asal perintah adalah wajib’. Lagipula kalau kita mau merenungkan, sebetulnya ketaatan kita kepada Rosul itulah yang akan menyelamatkan kita dari siksa. Orang yang menaati Rosul itu sama artinya telah menaati Alloh. “Barangsiapa yang menaati Rosul sesungguhnya dia telah menaati Alloh”. (An Nisa’: 80). Sehingga orang yang mendurhakai perintah Rosul berarti juga telah mendurhakai Alloh. Siapakah orang yang berani-berani mendurhakai Alloh yang Menguasai seluruh alam dan Maha pedih siksanya.
  • Ancaman bagi para penentang Rosul
Alloh Ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang menentang Rosul setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti jalannya selain orang mu’min maka Kami biarkan dia dalam kesesatannya dan Kami akan masukkan dia ke dalam neraka Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali”. (An Nisa’: 115). Syaikh As Sa’di berkata dalam kita tafsirnya, ketika menjelaskan firman Alloh “Kami biarkan dia dalam kesesatannya” : yakni Kami tinggalkan dia menempuh apa yang dipilihnya bagi dirinya sendiri. Kami hinakan dia dan tidak memberinya taufik menuju kebaikan karena dia telah melihat dan mengerti kebenaran namun justru meninggalkannya.
  • Buah keimanan kepada Rosul
Syaikh Al Utsaimin rohimahulloh menyebutkan manfaat apa yang bisa kita petik dari keimanan yang benar terhadap para Rosul, yaitu: Pertama, mengetahui betapa kasih sayang dan perhatiannya Alloh Ta’ala terhadap hamba-hamba-Nya dimana Dia telah mengutus para Rosul kepada mereka dalam rangka membimbing mereka kepada jalan Alloh yang lurus, dan supaya mereka menjelaskan bagaimana seharusnya cara beribadah kepada Alloh dikarenakan akal semata tidak bisa menjangkau hal itu. Kedua, bersyukur kepada Alloh atas nikmat yang sangat besar ini. Ketiga, tumbuhnya kecintaan dan penghormatan kepada para Rosul ‘alaihimush sholatu was salam serta memuji mereka dengan sepantasnya karena mereka adalah utusan Alloh yang senantiasa menegakkan ibadah kepada-Nya, menyampaikan risalah-Nya serta memberikan nasehat kepada para hamba. (Syaroh Tsalatsatil Ushul, Syaikh Al Utsaimin). Maka sudah seharusnya kita bersemangat untuk bangkit dan meniti jalan para Rosul beserta para pengikutnya yang setia. Semoga Alloh memudahkan perjalanan kita menuju surga-Nya. Wallohul musta’aan. [Abu Mushlih].
————————————–








————————————-
Sumber:
Syarh Al-’Aqidah Al-Wasithiyah li Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Penulis: Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qohthoniy, Pustaka At-Tibyan.